Maling di Rumah Gedongan
Rumah Mewahmu yang Diintai Pencuri
Namanya
Nasruddin Hoja, tentu orang sudah sangat familial dengan nama ini. Seorang sufi
Turki yang dikisahkan memiliki banyak cerita anekdot. Ceritanya begitu
melegenda, di tulis kembali dalam berbagai versi sehingga mampu melintasi masa
dan benua. Salah satu yang tekenal adalah kisah Nasruddin berikut ini :
Suatu malam seorang pencuri memasuki rumah
Nasrudin. Kabetulan Nasrudin melihatnya. Karena ia sedang sendirian saja,
Nasrudin cepat-cepat bersembunyi di dalam peti. Sementara itu pencuri memulai
aksi menggerayangi rumah.
Sekian lama kemudian, pencuri belum menemukan
sesuatu yang berharga. Hingga akhirnya ia membuka peti besar, dan memergoki
Nasrudin yang bersembunyi. "Aha!" kata si pencuri, "Apa yang
sedang kau lakukan di sini?"
"Aku malu, karena aku tidak memiliki
apa-apa yang bisa kau ambil. Itulah sebabnya aku bersembunyi di sini."
Diantara
mengajak dan mengingatkan, cerita anekdot ini membawa diri kita untuk meresapi
diri. Tugas manusia adalah mencari sebanyak-banyaknya ilmu, lantas
membagikannya kepada sesama untuk kebaikan semesta. Namun terkadang manusia
kini lupa, sudah terlalu besar kepala padahal belum mempunyai apa-apa. Sudah
merasa berjasa padahal ia hanya selalu mengagumi dirinya. Atau bahkan manusia
kini juga sering lupa, bahwa apa yang diperbuat di dunia akan
dipertanggungjawabkan di hari pembalasan. Tidak menyadari sampai ia dipanggil,
dicari, dan ditanyai hingga tertunduk malu pada sang maha pencipta. Ternyata
selama di dunia meski memiliki segalanya, ia tak melakukan apa-apa untuk
semestanya.
Coba
kita resapi lebih luas ke dalam konteks yang lebih jauh. Negeri ini begitu
luas, begitu lebar. Diantara jengkalnya terdapat sumber kehidupan yang luar
biasa. Kata orang Jawa negeri kita ini gemah
ripah loh jinawi. Kata Koes Plus tanah kita ini tanah surga, tongkat kayu
dan batu saja bila diletakkan bisa jadi tanaman.
Seperti
sebuah rumah mewah yang dimiliki seorang taipan, negeri ini penuh akan ancaman.
Maling-maling megincar, mencari celah diantara pilar-pilar yang warnanya
semakin memudar. Rumah kita, Indonesia memang sangat kaya. Lautan luas dan hutan
tropis menyimpan segala kebutuhan berkehidupan. Namun sayangnya, rumah kita
begitu gampang dipetakan orang.
Tetambangan
sudah terproyeksi, hasil alam hutan sudah diekploitasi. Kemudian siapa yang
bisa menjamin kedaulatan di setiap jengkal tanah di perbatasan dan pedalaman?
Bagaimana negara bisa menjamin tidak ada lagi pembalakan di hutan kita yang luas
dan pencurian ikan di lautan yang sangat luas? Bagaimana menghadapi kejahatan
transnasional?
Melihat
harta yang begitu berlimpah di rumah kita yang sangat luas, pencuri bisa masuk
lewat celah mana saja. Bukan hanya pencuri dari luar, bahkan ancaman datang
dari penghuni rumah kita ini sendiri. Ya, mereka adalah penghuni rumah ini,
seperti kita.
Seharusnya
kita seperti Nasruddin Hoja yang malu didatangi pencuri. Jikalau Hoja malu
karena tak ada harta yang dapat dicuri, malulah kita karena memiliki harta yang
berlimpah namun tak kuasa untuk menjaganya. Membiarkan pencuri-pencuri negara
tumbuh menggerogoti rumahnya sendiri. Membiarkan sesama penghuni melakukan
kedzaliman dan menghambat tujuan kesejahteraan.
Sebagai
penghuni yang masih diberikan kewarasan oleh yang maha pencipta, tugas diantara
kita sudahlah jelas. Mencari, menemukan, dan melanggengkan kebenaran. Jika tak
pernah mencari, maka tak pula kita bisa menemukan. Kalau tak menemukan,
bagaimana kita bisa melanggengkan kebenaran.
Ya, hidup di rumah kehidupan ini salah satunya adalah mencari dan akhirnya dicari. Mencari kebenaran dan akan dicari karena benar.
Ditulis oleh calon mentri desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi Republik Indonesia
Kristianto, Manajemen Kebijakan Publik 2016
![](https://photos.wikimapia.org/p/00/06/66/93/24_big.jpg)
Komentar
Posting Komentar