How a Journey Completes Me


Sebuah kisah pendakianku

Travelling. It makes you lonely, then give you a friend. Offers you a hundred roads to adventure, and gives your heart wings. It leaves you speechless then turn you into a storyteller. Give you a home in a thousand strange places, then leaves you a stranger in your own land. And all you do is take the first step. –Ibnu Battutah
   Aku bukan pendaki tangguh, bukan juga yang paling berani. Aku hanya seorang pengelana yang ingin berlabuh tuk mencipta kisah dan kasih. Kisah yang ingin kutulis untuk anak cucuku kelak, terutama untuk diriku sendiri yang sering mengeluh. Yang masih gagap bersapa dengan masalah, dan kasih kepada ibu pertiwi, alam dan masyarakat Indonesia.
Gunung tidak membuat kita melupakan masalah. Gunung hanya membuat kita merasa bahwa segala masalah tidak lagi berarti. – Fiersa Besari



   Mendaki adalah perumpamaan hidup yang bisa kujadikan pengingat agar tak lengah meniti kehidupan ini. Karena bagiku pendakian bukan hanya sekadar kegiatan menaklukkan gunung semata, apalagi ajang pamer eksistensi. Rugi! Jika kau hanya melakukan pendakian demi mengoleksi seberapa banyak gunung yang berhasil kau taklukkan. Belum dewasa seorang pendaki ketika masih secara heroism menghitung kali keberapa ia memuncaki sang gunung, betapa payah dirimu jika hanya ingin menyombongkan kekuatan yang ada dalam ragamu. Walaupun memang tak ada yang melarangnya, tapi tetap saja, hal pertama yang menjadi perhatian adalah niatmu. Apa yang akan kau lakukan dalam pendakian ‘hidup’ ini, kawan?
   
   Proses pendakian selalu menjadi analogi favoritku tentang kehidupan. Layaknya fase kehidupan dunia yang hanya sementara. Ketika setiap manusia diberi misi untuk mencapai puncak itu dengan waktunya sendiri yang pasti berbeda dan di rahasiakan. Dan sepanjang perjalanan, bekal harus tersiapkan demi kehidupan abadi yang menanti. Puncak nya ibarat surga. Yang memang pantas untuk diharapkan setelah perjuangan berpayah-payah mendaki berbagai macam proses kehidupan. Jalur-jalur kehidupan yang tak hanya mendatar. Terkadang ia terjal dengan batu-batu besar. Terkadang ia begitu licin menggelincirkan. Beruntunglah pendaki yang bisa mencapai puncak kebahagiaan itu, bukan malah terjerumus ke dalam jurang penyesalan di hari akhir nanti.

   Tiap pendakian selalu memiliki kisahnya masing-masing. Tak akan ada cerita yang sama meskipun kau daki dan kau sapa sang gunung berulangkali. Karena kehidupan ini memang sebuah misteri yang layak untuk diperjuangkan. Dan bisa jadi itulah alasan mengapa gunung selalu dirindukan oleh pendaki. Ia menyediakan misteri yang menunggu untuk digali. Ia menyediakan hasrat perjuangan bagi pejuang-pejuang yang haus akan pembelajaran. Karena sudah dipastikan perjalanan ini akan memberikan pelajaran bagi orang-orang bijak yang mampu mengambil hikmah yang bertebaran.

   Pendakian pertama akan mempengaruhi nasib pendakianmu selanjutnya. First impression does matter. Terutama masalah cuaca yang sulit ditebak meskipun dengan bantuan prakiraan cuaca sekalipun. This proves you that the weather is out of our control. It is , the Most Merciful, that has power to decide whether the weather will be cold, warm, or even very hot. We’re just predict. But the reality sometimes is too far from the prediction. One thing you should do is pray. Berdoa agar diberi cuaca yang cerah. Atau bagaimanapun cuacanya nanti, ﷲ masih memberikan keselamatan.

   Gunung, selalu punya cara untuk membuatmu bersyukur. And I always had reasons to be grateful everytime I turn my head and my eyes’ seeing the beautiful view of a mount. Seperti yang dikatakan Dr gamal Albinsaid:  If you have no reasons to be grateful for, check for your pulse. Well, aku juga punya quotes ku sendiri: 
If you have no reasons to be grateful for, just go to the top of the mountain. You’ll not just feel your pulse. You will be realized about how amazingly your body works.  How it worked to cope the unfamiliar situation, and how hard was your body too keep you in homeostasis state.
   Izinkan kuceritakan sedikit hikmah terbesar yang kutemui di tiap pendakian.
Kulihat terkadang manusia terlalu jauh untuk melakukan pembuktian atas kebesaran-Nya. Padahal cukuplah melihat dirinya sendiri, dan menyadari bahwa dalam dirinya terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya yang tak terelakkan lagi.
Denyut jantung itu, yang tak pernah lelah mengedarkan darah ke seluruh tubuh hingga akhir hayat nanti, adalah tanda kebesaran ﷲ. Tarikan napas yang meningkat secara otomatis karena saturasi oksigen yang makin berkurang di ketinggian adalah bukti kebesaran Nya. Tubuh yang merespon dingin dengan menggigil sebagai salah satu upaya pertahanan dari hipotermia menunjukkan kepada kita betapa banyak hal-hal kecil yang terkadang tidak kita syukuri. Yang berada dalam kontrol Sang Pencipta. Mekanisme tubuh yang tidak bisa kita kendalikan. Menyadarkan kita bahwa manusia itu terlalu kerdil untuk dihinggapi kesombongan. Karena sifat sombong adalah jubah yang sejatinya hanya dimiliki oleh ﷲ, Tuhan Pencipta Alam.

   Gunung tak hanya mengajarkan tentang betapa besar kuasaNya. Ia juga mengajarkan tentang arti kesyukuran dan kesederhanaan. Pernahkah terpikir betapa nikmatnya sebotol air putih biasa? Tanpa pemanis dan rasanya tawar. Minum air minimal 8 gelas sehari menjadi tugas yang begitu berat. Apa enaknya coba? Well, I often think about it. Dan kau akan meralat perkataan itu, karena pendakian membuat air tawar menjadi sesuatu yang sangaaaat nikmat. Ditambah dengan suhu dingin yang membuat dingin minummu tanpa perlu meletakkannya di pendingin. Padahal kita tahu 70% tubuh kita terdiri dari air, dan tubuh membutuhkan suplai itu setiap saat. Pernah kah terpikir tentang menghemat air saat mandi? Di gunung, air bisa jadi barang langka, apalagi mandi 2 kali sehari. Gunung mengajarkan manajemen logistik yang baik. Gunung mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang sederhana dan selalu bersyukur. Sesederhana saat kita merasakan hangatnya sinar mentari di pagi hari. Gunug bisa jadi memberikan kabut dan dingin serta mendung meskipun terkadang ia berikan seluruh kehangatan itu saat musim panas. Yang jelas, kau harus menjadi pribadi yang lebih bersyukur saat turun dari gunung.

   Ratusan halaman pun bisa kutuliskan tentang makna sebuah pendakian. Tak hanya sampah yang harus dibawa turun, selayaknya pula kita ambil hikmah-hikmah itu. Ada banyak pelajaran yang bisa kau petik dari ranting-ranting pohon yang tinggi menjulang disampingmu. Ada banyak hikmah yang bisa kau gapai dari langit yang mendekatkan wajahnya kepadamu. Ada cerita dari curamnya tanjakan yang menjadi tempatmu berpijak. Ada juga suara-suara alam yang membangunkan tak hanya raga, tapi juga rasa. Mendaki gunung bukan hanya sebuah tujuan. Keseluruhannya adalah proses. Dan proses itulah yang terpenting.
And last but not least, ingatlah bahwa gunung juga makhlukNya. Ia berhak hidup dengan damai dan selayaknya. Ia juga ingin berjumpa dengan anak cucu kita. Semoga tetap lestari!
“Mountain; a serene place where you’d see bravery, friendship, togetherness, and the meaning of journey in A Package.”- Vika Narfa Aulia
Tulisan ini merupakan kolaborasi bersama seorang penjelajah bumi pertiwi yang rendah hati Vika Narfa Aulia


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merayu Kepulangan Matahari

Mencuri Sepertiga Malam

Review Buku Tetralogi Laskar Pelangi