Merayu Kepulangan Matahari

 


Tidak ada yang tau kapan persisnya tragedi tersebut terjadi, bisa dikatakan seluruh manusia di muka bumi telah lalai mengetahui bahwa matahari telah menghilang dari tata suryanya, pemimpin dari delapan planet telah pergi meninggalkan singgasananya. Apa yang selama ini dipahami manusia bahwa pagi adalah sebuah hantaran atas datangnya matahari dirusak pengertiannya dengan pagi yang tanpa seberkaspun sinaran matahari, ayam enggan berkokok meski arloji mekanik telah menunjukkan pukul sembilan pagi, tidak ada satupun yang mampu mengangkat dan melipat selimut malam agar bumi lepas dari gelap. Kemanakah matahari?

Tujuh hari berlalu sejak tragedi paling gelap dalam sejarah manusia, telah disadari semua bahwa matahari tak hendak kembali pada ketataannya, seluruh akal pengetahuan telah dikerahkan untuk setidaknya kami ketahui bahwa matahari telah memilih untuk pergi dan bersinar saja pada suatu nebula yang jauh, tidak menyemburkan sinarnya kepada satupun manusia. Oh kawanku, dengarkanlah ceritaku, mesti terang hanya kau dapat dari lelampuan, hanya cahaya dingin yang memelukmu tanpa dekap matahari, tapi percayalah aku sedang dalam misiku untuk pergi menemui matahari dan merayu kepulangannya, agar hendak dia bertahta lagi di singgasananya dan menerangi kita kembali.

Telah sampai diriku pada bagian pertama dalam misi merayu kepulangan matahari, setidaknya dengan kesederhanaan pada kepemilikanku telah sampai aku kepada tempat matahari meninggalkan kita kawan, biar kuusahakan dialogku dapat merayu pulangnya ia.

“Adakah manfaat engkau berpijar disini kemuliaanku? Kepada apa sinar dan hangat itu akan bertemu? Hanya debu-debu intan yang ada disini, kupandangi sedari tadi tidak terdapat kehidupan satupun kecuali silau pancaranmu. Izinkanlah aku mendekatimu Matahari, aku perlu untuk bicara padamu tentang alasan semua ini.”

“Sia-sia, sia-sialah permintaanmu itu, untuk apa kau tempuh bahaya hanya untuk sampai padaku?”

“Bahaya apakah yang kau maksud Matahari? Sama sekali tidak kuanggap bahaya kedatanganku ini, melainkan ia benarnya adalah keberuntungan dapat bertemu denganmu kembali, kau pergi meninggalkan kami tanpa melempar kata sama sekali dan sekarang aku berdialog kepadamu adalah keberuntungan untukku dan umat manusia”

“Semata-mata sia-sia keberuntunganmu, kau menghadapku mengatasnamakan hal yang menjadi alasanku kepergianku, pulanglah tak usah kau usahakan bahaya seperti ini hanya untuk mereka, aku hargai usahamu namun sekali lagi sia-sialah itu sebenarnya.”

“Kenapa kau katakan sia-sia orang yang mencintai usahanya, bukanlah sia-sia dan bahaya yang kuhadapi ini Matahari, adalah keberuntungan bagi mereka yang telah mencapai usahanya dalam menempuh cita-cita, dan cita-cita itu adalah untuk bertemu padamu dan mengajakmu pulang Matahari”

“Tidakkah kau lihat bangsamu? Kepala mereka tegak dengan bangga disaat melihat sebahagian yang lain tersungkur, mati bertimbun-timbun dibawah cahayaku, semua karena angkuhnya mereka yang dan menciptakan guanya masing-masing lepas dari cahayaku dan ketamakannya yang membakar di muka bumi, tempat cahayaku bertemu.”

“Kepastian adalah akan dirimu temui baik tidak pernah meninggalkan dan ditinggalkan buruk, akan ditemui sebahagian yang bermulut kotor, berbicara seperti gemuruh laut namun hidupnya berakhir di rawa-rawa dangkal, tapi akan ditemui pula yang selalu mengusahakan baik yang keluar dari lisannya, membawa ketenangan danau dalam bicaranya, jiwa yang menjelma nafsul muthmainnah. Kepastian adalah akan dirimu temui mereka yang memuaskan diri dalam hantu ilmu pengetahuan dalam mimpi mereka dan berhenti karena percaya bahwa mereka telah sampai tujuan, tapi akan ditemui juga diantaranya seorang salik yang terus berjalan melalui badainya, yang mengikat persetiaan dengan doa-doa shalih untuk terus pada setapak perjalanan dan percaya pada janji kehangatan cahaya matahari, janji yang kini kau ingkari”

“Tidakkah kau merasa ngeri akan bencana yang telah mereka bawa pada diri mereka sendiri? Mereka merasa puas dan penurut pada nafsunya sendiri, orang-orang tolol yang membiarkan diri dibisiki oleh pesan-pesan yang rendah? Bagaimana kau mengharapkan aku mau untuk membiarkan cahayaku bersinar pada mereka, sedang mereka berlaku seolah matahari, bulan dan bintang adalah bagian dalam peti simpanan mereka dan hanya terbit atas hendaknya mereka”

“Biarlah kebodohan-kebodohan tersebut menimpa mereka Matahari, tapi akankah kau hakimi keseluruhan karena kesalahan yang sebahagian? Akan terus datang yang sepertiku Matahari, yang percaya bahwa suatu masa selimut malam akan terangkat dan sinarmu akan kembali ke peredaran yang seharusnya, setelah hasil maksud kami biarlah kematian datang, asal kami diizinkan sampai dan mengajakmu untuk pulang”

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencuri Sepertiga Malam

Review Buku Tetralogi Laskar Pelangi