Resensi Buku Di Bawah Lindungan Ka’bah
RESENSI
BUKU
Judul : Di Bawah Lindungan Ka’bah
Penulis : HAMKA
Penerbit : Gema Insani
Oleh : Rizki Rinaldi
Cetakan
Pertama, Oktober 2017
X
+92 hlm
Hikmah
Hikayat
Padahal adalah
“rindu-dendam” atau “cinta-berahi” itu laksana lautan jua, Orang yang tiada
berhati-hati mengayuh perahu, memegang kemudi, dan menjaga layer, karamlah ia
digulung oleh ombak dan gelombang, hilang di tengah-tengah Samudra yang luas
itu, tiada akan tercapai selama-lamanya tanah tepi.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYm6wYccmdiNL97U0wsXxlPxMmG29njm4Y63POMOvnKCCWXIG6lAvwtNoU28F7HCo8kO9vPma29sZeIyQBzo0-SXS2boJkWckswZVLUJbt1RogcWKE-VcgYQhParm0vDYaCVNj7rv9TfOC/s320/Cover-Depan-65.jpg)
Doa di Kota Suci
“Ya Rabbi,
Ya Tuhanku, Yang maha pengasih dan penyayang! Bahwasanya di bawah lindungan
ka’bah, rumah engkau yang suci dan terpilih ini, saya menadahkan tangan memohon
karunia. Kepada siapakah saya akan pergi memohon ampun, kalau bukan kepada
Engkau, ya Tuhan! Tidak ada seutas tali pun tempat saya bergantung lain
daripada tali Engkau; tidak ada satu pintu yang akan saya ketuk, lain daripada
pintu Engkau, saya hendak menuruti orang-orang yang dahulu dari saya,
orang-orang yang bertali hidupnya dengan hidup saya, Ya Rabbi, Engkaulah yang
mahakuasa, kepada Engkaulah kami sekalian akan kembali…”
(hlm. 85)
Ketika
membaca doa tersebut Hamka menyanyat hati pembacanya melalui teks dan konteks,
melalui susunan kata yang suci dan bersih hanya mengharap kepada sang pencipta
namun juga konteks penempatan doa tersebut, bukan hanya latar tempatnya yang
dibacakan di kota suci, namun juga latar kondisinya yang membuat pembaca
berempati pada Hamid. Karakter yang selalu mampu menarik perhatian lebih pembacanya,
mengajak pembaca lebih berperan dan merasakan langsung dialog dan surat-surat
yang ditulisnya.
Kandungan
Buku
Jika anda ingin merasa cukup dengan
hanya menonton film dibawah lindungan kabah yang selalu diputar di idul adha
untuk mendapatkan pesan cerita dari buku ini, saya khawatir anda akan selamanya
kehilangan kesempatan membaca salah satu karya sastrawan besar Indonesia, buku
ini sejatinya membawa pesan yang tidak terlalu banyak maupun berat, tapi
kemampuan Hamka mengemasnya dengan berbagai perangkat puitika dan menyusun
konstruksi cerita dengan melayu yang kaya.
“Hidupmu yang tiada mengenal putus asa, kesabaran dan ketenangan hatimu menanggung sengsara, dapatlah menjadi tamsil dan ibarat kepada kami.
Engkau
telah mengambil jalan yang lurus dan jujur di dalam memupuk dan mempertahankan
cinta.
Allah
adalah mahaadil. Jika sempit dunia ini bagimu berdua, maka alam akhirat adalah
lebih luas dan lapang, di sanalah kelak makhluk menerima balasan dari kejujuran
dan kesabarannya; di sanalah penghidupan yang sebenarnya, bukan mimpi dan bukan
tonil.
Kami pun
dalam menunggu titah pula sebab ada masanya datang dan ada pula masanya pergi.
Selamatlah,
moga-moga Allah memberi berkah atas jiwamu dan jiwa Zainab”
Hlm. (91)
-Rizki Rinaldi
Komentar
Posting Komentar