Resensi Buku Generation M
RESENSI
BUKU
Judul :
Generation M
Generasi
Muda Muslim dan Cara Mereka Membentuk Dunia
Penulis : Shelina Jamohamed
Penerjemah : Yusa Tripeni
Penerbit : Bentang Pustaka
Oleh : Rizki Rinaldi
Cetakan
Pertama, Maret 2017
xiv
+378 hlm
Dalam satu analogi terhadap air
yang diberikan gula dan kemudian terasa manisnya. Tidak sedikit orang yang bertanya,
apakah islam itu gula atau manisnya? Tak sedikit pula yang keliru, islam
harusnya menjadi gula, tak terlihat didalam air namun memberikan manis, jangan
menjadi gincu memberi warna namun tak terasa. Padahal islam merupakan keduanya, islam adalah
gula sekaligus gincu, yang memberikan manis dan memberikan warna. Karena didalam
islam terdapat identitas seorang muslim, dan terdapat pemaknaan hidup seorang
muslim.
Tentang penulis:
Shelina Janmohamed adalah penulis
buku laris Love in a Headscarf, memoar tentang kisah hidupnya sebagai wanita
Muslim Inggris. Dia adalah pengamat tren sosial dan religius Islam ternama,
khususnya di antara generasi muda Muslim dan para wanita Muslim. Dia juga
menulis untuk Guardian, National, dan BBC. Dia merupakan wakil presiden Ogilvy
Noor, sebuah konsultan pencitraan Islam secara global pertama di dunia yang
berpengalaman membangun merek dengan audiens Muslim. Dia dinobatkan sebagai
salah seorang dari 500 tokoh Muslim paling berpengaruh di dunia, dan secara
khusus termasuk dalam daftar 100 wanita Muslim paling berpengaruh di Inggris.
Institute of Practicioners in Advertising menempatkannya sebagai salah seorang
“Tokoh Periklanan Wanita Inggris Masa Depan”.
Identitas baru
generasi M.
“Saya muak
menceritakan ‘kisah saya.’ Tiap kali melakukannya, saya dihadapkan pada Islamophobia
dan teroris yang sama-sama telah membajak narasi populer tentang muslim. Karena
itu saya mencoba hal baru: aksi kreatif” ujar Layla Shaikley (hlm. 30)
Shelina mencoba membuka mata pembaca
mengenai identitas baru generasi M yang alih-alih terjebak oleh pemikiran lama
dan labelling narasi Islamophobia, justru merupakan generasi
yang percaya terhadap iman dan modernitas. Pada era modern, negara bangsa dan
mudahnya migrasi global telah menciptakan yang namanya identitas pasca perang. Negara-negara
seringkali terpecah belah tanpa memperhatikan populasi etnis yang mendiami
perbatasan, hingga begitu banyak konflik berdarah yang kita lihat saat ini. Hal
inilah yang memperkuat identitas etnis, sekaligus menciptakan hubungan agama
lintas batas dan negara. Pencarian identitas telah sampai pada pencarian yang
dimulai oleh generasi muda Muslim untuk menemukan tempat mereka di dunia
modern.
Shelina memaparkan di negara
minoritas Muslim di seperti Inggris, diskusi identitas yang lebih luas berpusat
pada ras. Sementara identitas rasial telah menjadi konstruksi sosial kuat yang
digunakan untuk memahami pengalaman dan keinginan berbagai kelompok, Muslim
mendapati bahwa pembedaan rasial tidak menyuarakan pengalam kolektif mereka.
Mereka menemukan kesamaan lintas kelompok melalui identitas mereka sebagai Muslim.
Perjuangan untuk menyatakan
identitas religious di negara minoritas menghadapi serangan tuduhan ‘playing victim’ saat muslim merespons
fenomena Islamophobia yang tengah berkembang. Muslim tidak diberi kedudukan
sebagai sebuah ras, dan karena sifat umat yang terdiri atas semua ras,
bagaimanapun mereka menolak ide digolongkan sebagai suatu ras. Namun, di dunia
tempat identitas rasial menawarkan perlindungan kedudukan, bahkan rasa hormat. Mereka
merasa tidak diperlakukan secara adil karena tidak mendapat kesempatan
menyatakan identitas mereka sendiri. Bagaimanapun, ini semua pada akhirnya
memicu meningkatnya rasa identitas keislamanan dan keinginan diakui sebagai
Muslim.
Bagaimana mereka
membentuk identitas mereka.
Shelina membawa kita kepada cerita
sahabat-sahabat onlinenya yang juga bercerita mulai dari Istanbul, dimana
perempuan-perempuan muda modis lalu-lalang sepulang kerja di ibukota negara
yang terletak di pusat kesuksesan ekonomi baru dunia, Negara-negara sekuler
yang belum lama ini mulai mengizinkan simbol-simbol agama di ruang resmi,
Singapura dengan Aquila Style yang
merupakan terbitan digital gaya hidup muslim modern, Baba Ali, seniman youtube yang
mendapat popularitas dari video dakwahnya yang lucu sekaligus tajam memberikan
renungan kondisi umat Muslim.
Ada begitu banyak contoh gerakan
dan gebrakan generasi M yang muncul di era permukaan ini. Apa yang sebenarnya
terjadi ? teknologi, kreatifitas, fesyen, media. Para Muslim tidak menolak
modernitas. Mereka membentuknya. Mereka mengubah aspirasi mereka tentang suatu
kemerdekaan, keamanan, pekerjaan dan keterikatan menjadi satu realitas konkret
dan kuat, dan mereka melakukannya dengan cepat. Cita-cita generasi M adalah
untuk selalu mendobrak batasan alih-alih meniru. Tekad untuk mendorong batasan
ini baik didalam komunitas islam maupun budaya modern lebih luas merupakan
contoh gerakan generasi M yang bertujuan untuk memperkaya modernitas dan
inspirasi dari keimanan mereka.
Mereka melihat iman sebagai alat
untuk terlibat dengan modernitas. Mereka tertarik menuliskan kembali aturan
kepemimpinan, struktur sosial, konsumsi, dan komunikasi dengan mempertimbangkan
satu faktor khusus: iman. Inilah dunia islam yang belum pernah kita lihat
setelah kejatuhan Turki utsmani. Dunia tempat agama memengaruhi cara orang
mengonsumsi, berinteraksi, bekerja, dan menikmati hidup. Ini bukanlah komentar
mengenai agama atau menilai tingkat ketaatan seseorang. Melainkan sebuah bukti
bahwa iman begitu berpengaruh.
Bagi generasi M keimanan mereka
memengaruhi segalanya. Dan mereka ingin dunia mengetahuinya. Inilah yang
membedakan mereka dengan non-muslim sebaya mereka. Inilah satu-satunya faktor
yang akan membentuk mereka dan dunia harus mampu memenuhi kebutuhan mereka. Mereka
percaya mereka harus memulai dengan dialog, mengajukan pertanyaan dengan
otoritas, melintasi batasan geografis, suku, ras, dan budaya untuk berhubungan
dengan saudara sesama Muslim di seluruh dunia. Mereka memanfaatkan teknologi
dan pendidikan, juga meyakini bahwa dengan berlandaskan iman, mereka bisa
membuat dunia dan masyarakatnya lebih baik.
Iman yang melahirkan
aksi
Islamic Relief, salah satu dari banyak lembaga amal
skala besar yang mengubah wakaf untuk menstabilkan pendapatan mereka dan
memungkinkan perencanaan lebih lanjut. Lembaga ini juga mendirikan fasilitas
wakaf lain sehingga penerimanya bisa mandiri, bukannya bergantung pada
sumbangan yang diberikan. Didirikan 30 tahun yang lalu, Islamic relief “terinspirasi
oleh oleh iman Islam saya dan dipandu nilai-nilai kami, kami membayangkan dunia
penuh kasih dimana komunitas diberdayakan, kewajiban sosial dipenuhi, dan
orang-orang merespon penderitaan orang lain sebagai satu kesatuan.”
“Terlepas dari
nilai-nilai islami kami, kami akan memobilisasi sumber daya, membangun kerja sama,
dan mengembangkan kapasitas lokal saat kami bekerja untuk membantu komunitas
meredakan dampak bencana, menyiapkan kebangkitan mereka, dan menanggapi dengan
menyediakan bantuan, perlindungan, dan pemulihan. Juga untuk mempromosikan
perkembangan terpadu dan perwalian lingkungan dengan berfokus pada mata
pencaharian yang berkelanjutan, mendukung yang terpinggirkan dan rentan agar
bisa menyuarakan kebutuhan mereka dan mengatasi sebab utama kemiskinan” hlm. 303
Ada begitu banyak aksi yang
dilakukan oleh generasi M. dan indahnya keyakinan pada nilai-nilai islamlah
yang menjadi penggerak dibalik tiap aksi yang dilakukan, imanlah yang mendorong
mereka untuk terus menerus berbuat lebih, membantu semua orang tanpa memikirkan
latar belakangnya. Mohammed Sadiq Mamdani, 18 tahun, mendirikan Muslim Youth
Helpline sebagai sebuah layanan telepon rahasia yang memberikan konseling
kepada anak-anak muda muslim yang menghadapi masalah pribadi. 14 tahun kemudian
aksi ini telah memiliki 80 staff dan menyabet sejumlah penghargaan, Iman
Aldebe, perempuan asal Yordania yang memperkenalkan islam melalui pertukaran
seni dan budaya, ia percaya pakaian memiliki dampak yang lebih besar daripada
politik. Koleksinya dijual di Swedia, Paris dan Dubai. Di Singapura project Me
mendorong muslim untuk meningkatkan aksi dan kesadaran lingkungan, membangun
jembatan dengan berbagai sector dan komunitas lain untuk mengatasi isu
lingkungan dan sosial-ekonomi.
“Kita
adalah khalifah Allah di muka bumi, Islam bukan hanya tentang rukun islam,
shalat dan semacamnya seperti itu yang orang kira. Islam merupakan jalan hidup
menyeluruh dan karena itu panduan dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi ada
dalam Islam” hlm. 307
Aktif dalam berbagai bidang
merupakan hal penting dalam generasi M, baik dibidang seni dan budaya, amal,
komunitas, bisnis dan politik. Karena bagi generasi M mereka perlu melaksanakan
pernitah dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tak seorang pun merupakan pengikut-Nya
hingga dia mencitai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Iman
itulah yang melahirkan Aksi.
Penutup
Terlepas dari cover yang menarik,
ilustrasi yang dibawa serta contoh yang diangkat memang merupakan keunggulan
utama buku ini, buku Generation M membawa kita lebih jauh pada luasnya padang
rumput. Seolah melepaskan pembacanya dari kacamata kuda yang membuat sang kuda
merasa padang rumput hanyalah satu garis didepan matanya saja, buku ini
membantah stereotip sempit kepada Muslim, dan memberikan harapan baru, bahwa di
era modern ini, anda sebagai seorang muslim baik di negara minoritas maupun
mayoritas tak pernah sendiri dalam memperjuangkan keyakinan anda.
BalasHapusTerima kasih sudah menulis ini. Menjadi pengingat manis bagi yang suka merasa sendiri memperjuangkan keyakinannya—padahal hidup di negara dengan muslim terbesar di dunia.
Cinta sekali dengan kalimat "...indahnya keyakinan pada nilai-nilai islamlah yang menjadi penggerak dibalik tiap aksi yang dilakukan, imanlah yang mendorong mereka untuk terus menerus berbuat lebih, membantu semua orang tanpa memikirkan latar belakangnya. "
Jangan lelah menujukan bukti-bukti iman itu berpengaruh besar.
"Maa kaana lillahi abqaa". Apa-apa yang karena Allah maka akan kekal.
Semangat terus berkarya dalam keabadian, ya!