Membawa Pulang Pantai
Sebenarnya, sejak pagi hari ini sudah ku niatkan untuk membawa pulang pantai, aku bahkan sudah menyiapkan kantong plastik besar sejak mau berangkat dan diletakkan di saku celana dengan lipatan yang rapi. Bahkan, akuarium di rumah pun juga sudah ku bersihkan, sudah ku gosok dan mengkilap agar pantai yang ku bawa pulang bisa langsung dipajang dan diperlihatkan ke orang-orang, apalagi orang tua di kampung juga pernah menitipkan pantai untuk dipaketkan ke rumah agar bisa dipamerkan ke orang-orang di pasar tentang bagaimana indahnya pantai selatan jawa.
Keindahan pantai dalam satu waktu ini semakin menggugah
keinginanku untuk membawa pulang pantai dan memajangnya di ruang tamu, agar
basa-basi tamu saat di rumahku lebih istimewa daripada saat di rumah orang lain
“Ini pantai kok indah sekali? Pasti mahal pantai ini, hanya pak Haji si kepala
dewan yang punya pantai seperti punya mu, walaupun pantainya pak haji agak
lebih pudar warna biru langitnya. Pantas ditawar harga berapa pantai ini
menurutmu”
Aku mengeluarkan kantong plastikku, pantai ini rencananya
akan kuambil seluas lapang pandang dan akan dikerat di keempat sisi, setelah
itu kepiawaian dan ketelatenan saat membungkus pantai agar tidak tercecer amat
dibutuhkan, di rumah nanti baru aku rapikan dan bersihkan sedikit sampah yang
mengganggu di pantai ini.
…
Aku terlambat!
Saat sedang mengukur pantai, beberapa orang lokal terlihat
dalam lapang pandangku sedang melemparkan kail pancingannya, kukira belum ada
orang saat ini dan sekarang aku harus memilih mau diapakan pemancing-pemancing
di pantai yang akan ku bawa pulang ini. Kecantikan pantai ini akan menjadi
kesia-siaan jika tidak segera kubawa pulang, tapi tentu saja yang lain akan
berakhir memancing dalam kehampaan karena pantainya menghilang.
Akhirnya kuputuskan untuk berdialog dengan orang-orang
lokal tadi, barangkali mereka akan maklum bahwa kebutuhanku untuk membawa pulang
pantai ada juga murni karena ingin mengabadikan keindahannya dan untuk dilihat
orang-orang, kalau pantai ada di rumahku tentu akan ku rawat dengan lebih baik.
Saat ku berjalan mendekati mereka, ku jumpai rupa para pemancing begitu terbaca
di mataku bahwa air muka mereka melukiskan kesedihan melihat kantong plastik ku
yang sudah terbuka, dialogku dengan mereka rupanya tidak dengan lisan karena
suara mereka terlalu lemah untuk di dengar dan berakhir dengan aku membaca
kesedihan dan keraguan mereka.
"Belum ada keringat menetes, kailku baru berpisah
dengan tongkat pancingnya 5 menit lalu dan orang ini mau membawa pergi pantai?
akan diarahkan kemana wajahku kalau pantai dibawa kabur? tidakkah dia tau kalau
aku mencari penghidupan juga di pantai ini? tak akan ada lagi kulit legam ku
yang dibakar matahari untuk membawa ikan ke rumah dan menjadi gizi keluarga
jika pantai dibawa pergi, tentu jika pantai dibawa pergi kami-kami disini akan
terluka, terdampar di ruang yang kecil dan menunggu waktunya habis saja"
…
Baru kali ini kepandaian lisanku tumpul, aku menjadi si
pahit lidah tanpa kata, dialog selesai tanpa ada balasan dariku dan aku memilih
pergi dari mereka.
2 jam aku duduk di bawah salah satu pohon pantai
menyaksikan ruang dan waktu bersekutu dengan pemandangan dan keindahan ini,
tunggu sebentar lagi waktu pintaku, nanti aku juga pasti pulang.
Nanti setelah pulang, sepertinya akuarium yang sudah
dibersihkan akan dikembalikan ke gudang, aku tidak jadi membawa pulang pantai
hari ini.
Komentar
Posting Komentar