Resensi Buku Confessions from Correspondent-Land

RESENSI BUKU

Judul                : Confessions from corresnpondent-land

Penulis             : Nick Bryant

Penerbit           : Oneworld

Oleh                 : Rizki Rinaldi

Cetakan Pertama, 2012

416 hlm.

 


 

            Buku ini saya dapatkan ketika dalam perburuan di acara big bad wolf Yogyakarta, setelah merasa puas akan beberapa buku saya putuskan mencukupi dan menghindari ketamakan akan buku, namun pada perjalanan ke kasir langsung saja buku ini berkilat dalam pandangan saya dan meminta untuk diambil, judul dan covernya telah mengungkapkan bahwa dirinya menyimpan harta karun cerita luar biasa.

            Masa kecil saya diliputi banyak sekali cita-cita, sempat saya ingin menjadi seorang guru matematika yang juga mengajar pramuka, sempat saya bercita menjadi peneliti di stasiun luar angkasa, kapten tim sar, dan salah satunya ialah menjadi wartawan lintas batas. Cita yang tersebut terakhir sedang saya ikhtiarkan berubah wujud menjadi dokter lintas batas. Masa kecil saya ialah melihat pemberitaan secara langsung mengenai kondisi konflik di palestina, beberapa wartawan Indonesia tidak absen dalam meliput secara langsung disana, ada pula perang melawan aksi terror seperti penangkapan Nurdin M Top, wartawan lapangan terdengar begitu berani dan menantang bagi diri kecil saya waktu itu.

            Dengan akal dan kebijaksanaan seorang koresponden BBC membagikan pengalaman yang sempat saya citakan tersebut dengan keahliannya menggunakan kata seperti seorang musisi menggunakan nada. Terdapat beberapa cerita yang luar biasa dalam buku Nick Bryant, baik tugasnya dengan setelan jas dan pantalon terbaiknya di Washington maupun tugasnya dengan “fraternity of boots” bersama tentara di Afghanistan dan Pakistan.

            Tulisan dalam buku ini seolah mengundang ke dunia penulis sebagai koresponden dengan pengalaman meliput “war torn past” namun dengan nada terbuka dan kehangatan tulisannya, sepanjang bukunya correspondent-land tersampaikan dengan “tempat petualangan tanpa batas, reportase tanpa nafas, jaket anti peluru yang tidak pernah muat dipakai, dan serta kecerobohan-kecerobohan yang setelahnya ia sebut sebagai keberanian. Ia memberikan wawasan istimewa dunia jurnalisme dan ingatan langsung, cerita dapat berubah dari ingatan pribadi kepada kondisi politik hanya dengan selintas paragraf namun selalu selaras dengan kronologis utama.

            Dalam buku ini pula sekaligus Nick Bryant menulis kritiknya evolusi alami dunia jurnalistik pasca kematian putri Diana, dia menamainya dengan “The first full flowering" of "the couchification or the Oprafication of news." Dimana jurnalis tidak lagi sekedar melaporkan fakta, namun juga harus meraba nadi masyarakat dan merasakan perihnya agar berita sampai pada ruang emosi audiens.

            Sedikit yang agak menyenangkan bagi saya sebagai pembaca ialah terkadang campuran kekayaan bahasa yang digunakan Bryant dan humornya tidak sesuai dengan situasi yang ia gambarkan, sehingga terkadang terkesan sebagai sikap acuh, serta perspektif Bryant dalam melaporkan beberapa kondisi konflik seperti di Afghanistan yang agak bias bercampur dengan perspektif George Bush membuat saya kurang nyaman akan kurangnya objektifitas dalam fakta.

            Pada akhirnya Confessions from Correspondentland telah menyajikan campuran potret-potret politik yang jenaka dengan kisah-kisah jurnalistik yang memikat, dan menawarkan wawasan yang menarik ke dalam berita-berita utama dari dekade terakhir.


-Rizki Rinaldi


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merayu Kepulangan Matahari

Mencuri Sepertiga Malam

Review Buku Tetralogi Laskar Pelangi