Inshirah Sadr (Kelapangan Hati)



Bersabarlah yang pada dirinya melekat gelombang rasa, yakni gelombang rasa pada gelisah, pada kesusahan, dan duka cita. Letak pengujian pada keluasan hatimu bukanlah pada amal baikmu dikala belum bertambah bebanmu. Salah satu nasehat mamak di dusun dulu ialah ingatlah nanti empat amalan yang sulit dikala empat; sulit memberi maaf disaat marah, sulit berbuat baik dikala susah, sulit berperilaku taat dikala sendiri, dan sulit pula berkata benar kepada orang yang disegani atau diharapkan jasanya. Tapi mamak di dusun dulu juga pernah berpesan empat dikenal dengan empat; pengarang kan dikenal dengan karangannya, orang alim kan dikenal dengan jawaban-jawabannya, orang bijaksana kan dikenal dengan perbuatannya, dan yang menunjukkan kelapangan hatimu bahwa orang yang tabah kan dikenal dengan kesanggupannya bertahan.

Duhai yang masih melekat gelombang rasa pada gelisah, susah dan duka. Tentu kita semua memahami banyak hal yang menyebabkan dukacita. Kehilangan orang yang dicinta, barang yang dicari tak bertemu, orang yang ditunggu sudah lama tak pula datang, marabahaya yang datang tak disangka-sangka. Kedukaan telah menjadikan jalan kehidupan seolahnya menjadi gelap. Begitu pula kesusahan, apabila orang telah susah maka pikirannya pun sudah tertumbuk, jalan untuk maju terasa tiada lagi. Padahal dalam kehidupan ini, jalan para manusia bukanlah jalan lurus mendatar yang bertaburkan kembang. Kehidupan itu mendaki, menurun, melereng, berenang, walau ditiup ombak dan gelombang, pastilah itu yang terjadi. Lantas apa yang disusahkan? Kusut! Padahal tiada kusut yang tak selesai, keruh! Padahal tiada keruh yang tak dapat jernih, Apa bila pikir sudah susah lebih dulu maka lelaplah jalan yang kita tempuh ke muka dalam kehidupan tadi.

Betapa sempit hidup dan hati pada yang tidak sadar memelihara susah, lupa betapa berkeloknya hidup, lupa betapa bercoraknya dunia. Kesempitan dan kelapangan adalah dua keadaan hati manusia. Pada ia yang mengemban beban yang lebih besar dari daya kekuatan yang ia mampu, dan menganggap tugasnya itu melebihi kemampuannya, maka hatinya menjadi sesak, tiada ruang karena tertekan beban, pada keadaan itulah disebut inqibaz (kesempitan). Namun, pada ia yang mulai mengalami kemudahan sebagai akibat diangkatnya yang membebani, dan mengira bahwa ia dapat menjalani tugas itu serta menyelesaikannya, maka hatinya akan menjadi lapang dan itu dikenal sebagai inshirah sadr (kelapangan hati). Pada setiap beban disana ditempatkan titik kuasa yang membuatnya menjadi ringan, tapi disana juga terletak titik tumpu yang memberatkan bebannya. Samalah pada hidup, mereka yang sempit hidupnya senantiasa mencoba menghadap beban hanya melalui titik tumpu, terkadang mereka terlena pada titik-titik kuasa untuk menghadap bebannya, terkadang memang terhijab karena tiada mendapat RidhaNya.

Dalam kitab Zaadul Ma’ad karya Ibnu Qayyim beberapa ibrah (pelajaran) dari sejarah hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya Ibnu Qayyim memaparkan sebab-sebab atau sumber-sumber kelapangan hati. Bila lebih bijak mengamat isinya, lalu memikirkan kebalikannya masing-masing, akan dimengerti juga sumber-sumber kesempitannya. Sumber pertama ialah tauhid. Seberapa lapang hati seorang berhubungan erat dengan seberapa kuat, sempurna, dan pertambahan keyakinan tauhidnya. Allah berfirman,

فَمَن يُرِدِ اللّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَمِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقاً حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاء كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-An’am: 125).
Sumber kedua ialah cahaya iman. Tatkala cahayanya lenyap dari hati, larut dalam gelombang rasa pada gelisah, susah dan duka, maka seorang akan menghadapi kegelapan, sehingga merasa seolah-olah terkungkung dalam penjara paling sempit. Sebagaimana cahaya bisa membuat ruangan terkesan luas, demikian pula iman akan melapangkan hati. Maka, Al-Qur’an pun menggambarkan kekafiran (yakni, kebalikan iman) sebagai kegelapan yang berlapis-lapis: 
Atau, seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, nyaris dia tidak dapat melihatnya. Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (iman) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (Qs. an-Nur: 40).
Sumber ketiga ialah ilmu. Tepatnya, ilmu yang diwarisi dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan sembarang ilmu. Dengannya, hati terasa sangat lapang bahkan lebih lapang dari langit dan samudra. Pundaknya lebih tegap, sekuat gunung yang menopang langit. Warisan kenabianlah yang membuatnya memiliki kesabaran berlipat, akhlak termulia, serta kehidupan paling tenteram. Al-Hasan al-Bashri berkata, 
Dulu, bila seseorang telah mencari ilmu, maka tidak lama kemudian akan terlihat pengaruhnya pada tatapan matanya, kekhusyu’annya, lisannya, tangannya, shalatnya, dan kezuhudannya.
Jika seseorang telah memperoleh satu bab dari ilmu, lalu ia mengamalkannya, maka jadilah ilmu itu lebih baik baginya dibanding dunia seisinya, andai ia memiliki dunia itu lalu ia menjadikannya untuk akhirat. (Riwayat Darimi, keduanya dengan sanad shahih).
Sumber keempat adalah kembali kepada Allah, mencintai-Nya, berfokus kepada-Nya, dan menikmati asyiknya beribadah. Rasa cinta memiliki pengaruh ajaib terhadap kelapangan hati. Cinta membuat jiwa tenteram dan hati nyaman, apalagi cinta kepada Allah, Tuhan semesta alam. Sudah dimaklumi bahwa tiada kenikmatan bagi pecinta selain berjumpa, bercengkrama, dan berdua-duaan dengan kekasihnya. Ia pasti ingin berlama-lama bersamanya. Bila terpisah, ia pun sangat rindu ingin bertemu. Bila ia dihalangi dari yang dicintainya, hatinya akan merana.

Bersabarlah yang pada dirinya melekat gelombang rasa, yakni gelombang rasa pada gelisah, pada kesusahan, dan duka cita. Tiada penyakit yang tak dapat diobati, begitu pula kesempitan hati, bersabarlah, memang pada penyakit ia datang dengan berlari, sedang sembuh datang dengan merangkak, tapi pada akhirnya kan sampai pula sembuh. Begitu pula kesempitan hati, ia datang dengan berlari seketika diri terlena, nuktah demi nuktah menutup ruang hati menjadi sempit, tapi kelapangan hati kan datang pula bila kau datangi mata air inshirah sadr (kelapangan hati). Yakni bila kau datangi kembali Tauhid dalam hatimu, kau tambahkan terang cahaya iman, kau ilmui hati dan diri, dan segala sumber kecintaan dan segala pulang kau tempatkan pada Allah.



-Rizki Rinaldi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merayu Kepulangan Matahari

Mencuri Sepertiga Malam

Review Buku Tetralogi Laskar Pelangi