Resensi Buku #BerhentiDiKamu



RESENSI BUKU

Judul                     : #BerhentiDiKamu
Penulis                 : dr. Gia Pratama
Penerbit               : Mizania
Tebal                     : 277 halaman
Oleh                      : Rizki Rinaldi

Baru saja 26-27 Januari yang lalu dr. Gia Pratama (yang selanjutnya dipanggil dr. Gia) berkunjung ke kota romantis Yogyakarta untuk kegiatan bedah buku #BerhentiDiKamu nya. Dari ceritanya di bedah buku tersebut aku tau, dia memang seorang yang gemar bercerita dan mengajar.
Kapan seorang laki-laki mulai mantap tentang jalan berikutnya ? jalan yang menyatukan dua insan, bahkan dua keluarga sekaligus dalam janji dan juang untuk menyelamatkan generasi bangsa didalam ikatan keluarga. Disinilah #BerhentiDiKamu mengantarkan elemen-elemen yang sekiranya dapat menjadi jawaban.
dr. Gia adalah seorang dokter jaga di unit gawat darurat, kehidupannya memang kerap berada di titik adrenalin yang tinggi, menghadap banyak situasi genting dan penting demi keselamatan pasien. Namun bukan sisi tersebut yang banyak diketahui oleh warganet kita, melainkan tulisan-tulisan berkualitasnya di twitter, tulisan tentang cerita dirinya dan pasien gawat darurat yang selalu menghadirkan hikmah luar biasa, kisah seorang mahasiswa kedokteran, dan yang pada akhirnya terbukukan ialah kisah cinta bersama si api dan ratu es.

Doa di kota suci.
“Tuhan, semoga Engkau setuju bahwa saya sudah cukup usia untuk mengemban tanggung jawab lebih.
Bukan hanya tanggung jawab kepada diri saya saja, tapi juga kepada seseorang yang Engkau percayai kepada saya hatinya ….
Entah siapa dia.
Berikan petunjuk kepada siapa hati ini harus menjaga ….
Saya siap menjaganya …
dia yang entah ada di mana saat ini,
Yang akan kau titipkan untuk menjadi istri saya ….” (hlm. 26)
Potongan doa yang syahdu dan pilu itulah yang menggambarkan kisah perjalanan dr. Gia dalam kisahnya di #BerhentiDiKamu, kisah seorang laki-laki seperempat abad yang telah memasrahkan urusan hati dan jodohnya kepada Tuhan dengan memantapkan diri dan waktu, entah siapa saja yang diturunkan Tuhan padanya janjinya sebagai seorang hamba ialah satu, biar dia jaga hati perempuan yang dikirimkan padanya sebaik-baiknya.
Lalu bagaimana cari penulis menyajikan kisah #BerhentiDiKamu nya ? mohon maaf kepada anda yang mengira jika novel ini akan dipenuhi oleh perangkat puitika, jika anda mengharapkan adanya konstruksi cerita yang kaya akan nilai sastra pun anda juga salah lagi, sejujurnya ini bukan Dilan 1990, dan mungkin menjadi bukti kurangnya anda dalam mengikuti jejak digital penulis di twitter, novel ini tidak memiliki seakan tidak memiliki sedikit bebanpun dalam pemilihan diksi, bahkan sangat terkesan filmis. dr. Gia seolah membuat novel ini memang untuk menjadi draft skenario film, diksi yang digunakan begitu lugas dan tepat sasaran, hanya sesekali ia menggunakan perangkat puitika ketika ia mengambil potongan-potongan doa nya mengharap disegerakannya bertemu sang belahan hati.Setidaknya hanya butuh waktu dua jam bagi saya untuk membaca buku satu ini, seolah-olah penulis memang ingin membuat bukunya lebih ramah kepada para pemalas yang selalu memiliki tantangan tersendiri dalam membaca. Sekali lagi novel ini seperti tak memiliki beban dalam pemilihan diksi, bagaimana konstruksi cerita nya ? seolah-olah membuat saya sedang mendengarkan langsung curhatan penulis, ceritanya begitu kronologis, mulai dari perjalanan umrahnya yang meminta langsung seorang jodoh di kota suci, hingga cerita penulis mendapatkan firasat 'i just know' bahwa ia seorang yang tepat, persis seperti saat mendengar langsung cerita teman-teman saya yang sering datang menyampaikan suasana hati mereka.

Karakter dan Hikmah dalam Cerita
“kenapa kamu dingin ? bahkan ketertarikanmu rasanya tak sampai 10% dari rasa kebahagiaan yang aku rasakan” (hlm. 156)
Potongan cerita tentang kota paris tujuan utama para kekasih di Eropa yang bagai kota biasa yang suram dan medioker dalam perjalanan mereka dan putusnya dr. Gia dengan Elsa di puncak gunung swiss adalah momen yang tergambarkan secara tepat oleh penulis untuk menggambarkan betapa rapuhnya karakter penulis, kenaifannya dalam menjalin hubungan dan sikapnya yang menolak terhadap tanda dan gejala yang sudah muncul sejak lama pada Elsa menunjukkan masih minimnya pengalaman dr. Gia dalam menetapkan prognosis suatu hubungan, kontras dengan potongan cerita dr. Gia dalam mendiagnosis, menterapi dan menetapkan prognosis bagi penyakit pasien-pasien gawat daruratnya. Disisi lain, pada bagian ini juga pembaca dihantarkan oleh penulis untuk mengetahui dibalik karakter Elsa, Elsa bukan tokoh antagonis dicerita ini, bahkan novel ini memang menghindari terbentuknya cerita dengan pembawaan arus konflik protagonist kontra antagonist, , hadirnya karakter Elsa justru sebagai pengantar terhadap penulis untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi, menerima sakit yang harus diterima untuk mendapatkan hak atas cinta yang lebih menerima. Elsa hanyalah karakter yang dingin terhadap apa yang baginya sudah tak lagi menarik dan ketika Elsa tak lagi menemukan ketertarikan atas hubungannya bersama dr. Gia maka dia hanya perlu menyampaikannya secara terbuka, bahwa dia tak lagi tertarik, meski di puncak tertinggi di Eropa sekalipun.  Oleh karena itu dia punya sebutan ratu es bagi penulis.
Lain Elsa lain Fira, lain Es lain pula Api. Kisahnya hanya dibawakan sebentar, hanya 3 bab dari 19 bab pada #BerhentiDiKamu , tak lebih menarik daripada pengembangan karakter Elsa bahkan. Namun, dengan hadirnya karakter Fira pada akhir kerangka cerita justru menjadi pintu pengembangan karakter yang lebih dalam pada dr. Gia, seperti insaf atas doa pada awal tulisan, dalam perjalanannya mencari belahan hati  dr. Gia kembali pada kondisi bertawakkal atas siapapun jodohnya, tak lagi bersikukuh harus Elsa dan hanya Elsa, dan hal inilah yang tak disangka membawa dr. Gia pada momen ‘I just know’ suatu kondisi dengan pra-syarat yang tak disadari telah terpenuhi, momen yang tepat, kedewasaan emosional yang tepat, kesiapan keluarga yang tepat, dan terpenuhinya kriteria sosok pendamping.
Saya jadi teringat suatu nasehat pada satu kajian islam. Kira-kira isinya ialah tentang, seorang laki-laki yang baik bukanlah yang datang ingin menikahi hanya karena sosok perempuannya. Bersiaplah atas segala konsekuensi hati dan takdir jika laki-laki hanya memandang dari sosok perempuannya saja, tapi seorang laki-laki ia datang untuk menikahi karena telah tercukup kedewasaannya untuk mengemban tanggung jawab lebih, telah terbukti ketangguhannya dalam menjaga hati, dan karena ia temui si perempuan sesuai dengan kriterianya yang sekufu.
“Apapun kondisi kita, di langit ketujuh ataupun berada di palung laut terdalam, kita semua berhak dicintai, oleh pasangan yang tepat.”


-Rizki Rinaldi

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merayu Kepulangan Matahari

Mencuri Sepertiga Malam

Review Buku Tetralogi Laskar Pelangi